Elias Tobing, nama lengkapnya ialah Elias Lodewyk Lumban Tobing dilahirkan di Pakkat, Sumatera Utara, 14 Juli 1942 dari perkawinan JL Tobing dengan Erika boru Parapat. Naluri bisnisnya diasah sejak kecil dengan membantu orang tuanya yang membuka warung nasi. Dari hasil warung nasi itulah ia mampu bersekolah sampai tamat SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) di desanya. Itu pun ujiannya tidak di Pakkat. Sebab murid-murid SMEP Pakkat dan Dolok Sanggul, ujiannya di Siborong-borong. Dari 300 siswa yang mengikuti ujian, maka yang lulus hanya Elias Tobing.

SMEA ditempuh tidak di desanya, melainkan di Medan. Ia sekolah di SMEA Negeri Medan. Kemudian dilanjutkan ke Akademi Pimpinan Perusahaan dan Akuntansi Universitas Nommensen. Kurang dari setahun ia kuliah, kiriman wesel dari orangtuanya terhenti karena warung nasi yang dahulu dikelola Elias Tobing tidak terurus. Akhirnya ia hijrah ke Jakarta.
Seperti orang Batak lainnya, di Jakarta Elias Tobing mencari boru Tobing lainnya untuk numpang hidup. Ia bekerja di lapo tuak milik keluarga Tobing sebagai tukang cuci piring, pelayan dan koki dengan dasar pengalamannya membantu orang tua mengelola warung nasi di kampungnya. Kemudian dia berkenalan dengan keluarga Simanungkalit untuk kemudian bekerja di angkutan sayur mayur dari Bandung ke Jakarta dan dari Jakarta mencari muatan lain untuk dibawa ke Bandung. Tetapi enam bulan ia bekerja di angkutan ini, ia jatuh sakit. Tenaganya tidak kuat untuk bekerja terus-menerus seperti itu. Di rumah sakit ia merenungkan dan akhirnya berkesimpulan untuk kuliah lagi. Pertanyaannya ialah darimana uang untuk kuliah?

Dengan doa yang terus-menerus kepada Tuhan dan tekad yang bulat, Elias menemui Mr Rafinus L Tobing yang tinggal di Jl Sam Ratulangi 19 Jakarta Pusat. Padahal ia tidak kenal dan tidak pernah bertemu sebelumnya. Mr Rafinus L Tobing menerima baik kedatangan Elias Tobing dan memberi surat pengantar untuk bekerja di Badan Musyawarah Pengusaha Swasta Nasional (Bamunas). Akhirnya, Elias bekerja di sini pada tahun 1964. Setahun bekerja di sini dengan gaji yang dikumpulkannya, Elias melanjutkan kuliah di jurusan politik ekonomi Fisipol Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) Jakarta dan mampu menyelesaikan kuliah dalam waktu tiga setengah tahun.

Ia bekerja sebagai guru di SMEA Negeri 8 Jl Abdul Muis 44 Jakarta dengan memberi mata pelajaran Organisasi Teknik Perdagangan (OTP). Ia sempat menulis buku "Tanja Djawab Organisasi Teknik Perniagaan/Hukum Dagang dan Prosedur Pelaksanaan Perdagangan Internasional".

Kenal Dunia Usaha

Selama bekerja di Bamunas, Elias sudah berkenalan dengan dunia usaha dan pengusaha. Naluri bisnisnya mulai terasah. Bamunas ini kemudian berganti menjadi Konfederasi Kamar Dagang dan Industri (KKDI). Elias keluar dari KKDI di tahun 1970 dan bekerja di Gabungan Produser Film Indonesia (Gadrofin). Di tahun yang sama, ia bersama Hasan, seorang pengusaha keturunan Tionghoa mendirikan PT Putra Tolhas yang semula bergerak dalam produksi perfilman.

Tetapi karena kurang menguntungkan, akhirnya bergerak menjadi perusahaan pengadaan barang. Ia semakin mengetahui perilaku bisnis pengusaha Tionghoa Indonesia untuk mendapatkan kredit modal usaha dari perbankan (terkadang melalui jalan pintas). Perusahaan ini terus berkembang dan akhirnya di tahun 1985 ia memutuskan untuk berhenti menjadi guru SMEA Negeri 8 Jakarta.

Elias Tobing bergabung dengan Putra Group yang memiliki sejumlah anak perusahaan, seperti PT Sarana Karya Sandang Indah (SKSI) yang bergerak di bidang produksi dan ekspor sweater (baju hangat) dan PT Putra Daya Perkasa yang bergerak di bidang kawasan industri.
Elias pernah menjadi Direktur Utama PT Putra Daya Perkasa yang memiliki 100 ha Kawasan Industri Pasar Kemis Tangerang dan memelopori berdirinya Himpunan Kawasan Industri di tahun 1983.

Demikian pula di PT SKSI, ia pernah menjadi direktur utama. Tahun 1989, ia mulai mandiri dengan mendirikan BPR Makmur Merata di Ciledug Tangerang dengan modal setor Rp 50 juta.
Tahun 1998, ia nekat keluar dari Putra Group, kemudian mendirikan PT Eltora, industri kecil pembuatan sweater di kawasan industri Tangerang dengan modal awal 15 unit mesin rajut senilai Rp 60 juta. Nama Eltora merupakan perpaduan antara Elias Tobing dengan nama istrinya, Ratna Parapat.

Usaha sweater ini berkembang terus hingga memiliki 50 unit mesin dan mengekspor sendiri bermitra dengan PT Sentrako. Karena maju pesat maka PT Eltora dirubah menjadi PT Eltora Karya Mandiri. Saat ini telah memiliki 448 unit mesin dengan omzet Rp 5 miliar /tahun.
Elias Tobing meraih gelar Doctor of Business Management dari Adam Smith University of America, New York AS pada Oktober 1995. Pernah mengikuti misi perundingan kuota tekstil di AS, Denmark dan Kanada. Pernah menjadi delegasi investasi BKPM ke Korea, Hong Kong dan Thailand.

Pages